19 September 2012

Kado Bunga itu Bernama Cinta

Rusukku pernah terlepas

lalu aku tau bahwa kini ia menjelma jadi kamu

Tak apa jika kau ragu
Sebab ragumu itu semakin meyakinkan aku 
bahwa kita memang pernah satu

Sepenggal waktu mengendap ragu dibalik tanggal lahirmu
Ia tak tau kapan kau dipisahkan dariku dulu

Rusukku hanya satu yaitu kamu
Akulah Adam mu dan engkaulah Hawa ku
Berbekal segenggam rindu membawamu menemukanku 
beberapa tahun yang lalu

Ya. Aku masih ingat
Kaulah yang lebih dulu menemukanku
Rindumu menjadi kompas untuk menemukanku

Rinduku rindumu bertemu
Meraka saling mengeja waktu 
menyusuri takdir yang pernah kita tuliskan dulu

Kaulah yang menggoreskan lafal-lafal
lalu aku mengejanya
Satu-persatu kau mengajariku hingga aku ingat dan faham

Hidup sebatas usia senja
Kita sering singgah membawa cahaya kecil
dengan deretan angka di bawahnya
doa kita mengiringinya

Entah sudah berapa banyak doa yang sama
mengalun khusuk menjadi mantra 
menemani sisa waktu mengiringi usia

Kali ini pun doaku akan tetap sama
Juga kado bunga seperti biasanya
Bunga itu sering kita beri nama cinta

(Selamat ulang tahun Mama Lila)

"Doaku Sebanyak Butiran Hujan"

Aku tau sekarang langit mendung. Aku juga tau hujan akan datang. Tapi aku tak menunggu hujan. Aku menunggu berkah yang dibawa hujan. 

Ada Mikail di awan. Tapi aku tak melihatnya. Waktu kecil guru ngajiku bilang "Malaikat Mikail itu bertugas membawa hujan". Aku percaya saja.

Teman kecilku dulu juga bilang "Malaikat Mikail itu suka puisi, ia menyampaikannya melalui hujan". Aku juga percaya saja.


Hujan akan turun sebentar lagi, mendung sudah membumbung. Aku mengintip dibalik payung. Ingin melihat Mikail berpuisi melalui hujan.

Satu tetes hujan berbunyi riang. Tumbuhan menyambut senang. Penyair gamang sebab ide menulis puisi belum juga datang.

Hujan menghujam menusuk relung paling dalam. Kerinduan menjadi sasaran. Kado menjadi bingkisan bagi orang-orang tersayang.

"Jangan mandi hujan" Ibuku bilang. "Nanti kamu sakit" katanya. Aku ingin tetap mandi hujan tapi tak ingin sakit. Aku menunggu Ibu datang.

Ibu tak juga datang sebab sekarang ia telah berpulang. Kini aku tak lagi bermain hujan, hanya memungut sisa-sisa kenangan yang tebawa hujan.

Butir hujan aku pungut sebagai kendaraan melewati kesadaran. Aku rangkai butiran itu menjadi doa dan kuhantar menuju persinggahan.

Aku sudah datang ditempat persinggahan, aku tabur butiran hujan disekeliling ruang sebagai doa hingga akhir zaman. Al-Fatihah ku lantunkan.


Sambal Terasi dan Doa Kerinduan

Ada rindu menempel di garis waktu
ingatanku beku
aku lupa bahwa kau menunggu doaku


Bau sambal terasi buatan tanganmu tiba-tiba menyapaku

aku hirup, aku memejam untuk menyapamu
Doa ku panjatkan untukmu

Memungut lagi kenangan dari serpihan gambar wajahmu

kau masih seperti dulu, ayu
rinduku semakin memburu

Dadaku gemeretak

mengguncang nafas dan menampar kelopak mataku
mataku memerah
ada rindu menetes pelan.

Lagi

senyummu menjarah kepalaku
detakku semakin laju
kau semakin ayu dengan baju hijaumu

Beribu doa kuucap pelan

lalui bibir menghantar kekhusuk'an
Fatihah kudengungkan

About This Blog

About This Blog

  © Blogger template 'Sunshine' by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP